Situs Siti Hinggil Bener

Deskripsi :

Lumpang batu 7 terdapat di suatu tanah tegalan bernama Tegal Gong yang berjarak kira-kira 100 meter sebelah utara Situs Sitihinggil.

Lumpang batu 8 berada di sudut pekarangan  rumah Bapak Slamet, dengan kondisi hamper tidak tampak karena tertimbun tanah.

Lumpang batu 9 berada di pekarangan rumah Bapak Amat Towi.

Lumpang batu 10 berada di pekarangan rumah Bapak Narodin, dengan kondisi cukup baik.

Di dalam Situs Sitinggil terdapat empat buah umpak batu berbentuk persegi delapan. Umpak segi delapan tersebut terbuat  dari bahan batu andesit berwarna abu-abu yang cukup kompak. Keempat umpak tersebut, saat ini berada pada sebuah halaman  di dalam Situs Sitinggil yang diberi batas pagar tembok baru berdenah segi delapan oleh masyarakat. Ketiga umpak segi delapan tersebut berukuran sama besar dengan lebar masing-masing sisinya 20 cm. salah satu umpak ysng terletak di bawah pohon besar di sudut tenggara berbentuk segi empat dengan pahatan segi delapan pada bidang atasnya umpak tersebut berukuran 20 cm pada sisi segi empatnya dan 14 cm di tiap sisi pada pahatan segi delapannya. Umpak tersebut mengindikasikan adanya bangunan berdenah persegi panjang dengan ukuran.

Latar Sejarah : Kawasan pegunungan Menoreh merupakan kawasan  yang semula dihuni oleh masyarakat megalitik, yang hidup dari matapencaharian  bercocok tanam. Masyarakat megalitik di kawasan pegunungan Menoreh  sebagai masyarakat yang hidup dari mata pencaharian  pertanian tidak bias dilepaskan  dari aspek kesuburan tanah dan ketersediaannya sumber air. Upaya untuk menjaga kesuburan  tanah dan ketersediaannya sumber air. Upaya untuk menjaga kesuburan tanah dan ketersediaannya sumber air dilakukan dengan melakukan kegiatan upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang yang dianggap masih memiliki kekuatan untuk menguasai alam. Upacara itu dilakukan dengan memberikan sesaji dan meletakkan sarana-sarana pemujaan di lokasi yang berdekatan dengan sumber air. Sarana upacara itu berupa lumpang batu. Jenis benda itu sama merupakan symbol kesuburan. Tradisi megalitik yang berhubungan dengan upacara bertujuan untuk kelangsungan pertanian, seperti upacara ‘’ sedekah gunung’’ dan ‘’sedekah bumi’’. Upacara dilakukan dengan dengan memberikan persembahan berupa makanan yang seluruhnya dibuat dari ubi-ubian dan daun pisang sebagai wadahnya. Menurut kepercayaan penduduk setempat, apabila lumpang tersebut berisi penuh dengan air, menandakan tanaman subur dan panen akan berhasil. Apabila lumpang hanya berisi air setengah, panen cukup berhasil, akan tetapi bila lumpang tersebut kering, pertanda terjadi kemarau panjang dan panen tidak berhasil. Kehidupan masyarakat megalitik menjalankan tradisi secara terus menerus hingga datangnya pengaruh kebudayaan Hindu – Budha.

Hinduisasi di wilayah ini dilakukan dengan cara memanfaatkan unsure-unsur lama (dari budaya megalitik) untuk sarana ritual Hindu-Budha. Pemanfaatan benda-benda megalitik dilakukan dengan cara memadukannya dengan benda-benda masa klasik, atau dipadukan sesuai konsep Hindu/Budha. Antara lain batu lumpang dan menhir. Konsep pemujaan yang digunakanpun masih sama yaitu kesuburan, suatu kosep yang mutlak diperlukan dalam masyarakat pertanian. Pengaruh Hindu/Budha tampak pada penggunaan dua jenis benda  dari kebudayaan megalitik yang disusun menjadi satu pasang  dengan benda dari masa Hindu/Budha secara bersama-sama, misalnya lumpang batu-menhir, yoni menhir, dan lumpang-lingga. Pasangan lumpang-menhir disusun dengan mendirikan menhir ke dalam lubang lumpang, pasangan lumpang-lingga dilakukan dengan mendirikan lingga ke dalam lubang lumpang sehingga menyerupai susunan lingga-yoni. Dengan demikian fungsi menhir mewakili keberadaan lingga, sedangkan lumpang mewakili keberadaan yoni. Lingga dan yoni merupakan benda sebagai symbol kesuburan dalam agama Hindu. Perpaduan dua unsur budaya dari masa yang berbeda ternyata juga terjadi antara budaya klasik dan budaya Islam. Masjid-masjid kuno diwilayah Kabupaten Purworejo seringkali memanfaatkan yoni sebagai umpak untuk menyangga tiang masjid.

 

Tinggalkan Balasan