You are currently viewing Sejarah Pembuatan Bedung Pendowo

Sejarah Pembuatan Bedung Pendowo

Suksesnya pagelaran Sendratari Bedug Pendowo Jati oleh duta seni Kabupaten Purworejo membuat rasa penasaran dari berbagai pihak tentang proses pembuatan Bedug Pendowo. Bedug Pendowo sekarang masih bisa kita lihat di Masjid Agung Darul Muttaqin. Sejarah pembuatan bedug terbesar ini harus diketahui terutama oleh generasi muda dari Purworejo.

Setelah berdirinya Kabupaten Purworejo pada 1831, Bupati Purworejo pertama RAA Cokronagoro 1 mulai memprakarsai pembangunan-pembangunan di daerahnya. Antara lain: Saluran irigasi Kali Kedhung Putri,  membangun Dalem Kabupaten, Pendhapa Agung, Alun- alun, dan Masjid Agung. Masjid agung Kabupaten Purworejo berukuran besar dan megah, sehingga untuk mengimbangi kebesarannya tercetuslah ide untuk membuat bedhug yang istimewa dan lain daripada yang lain. Maka berkumpullah seluruh pejabat dan kerabat Kabupaten Purworejo untuk bermusyawarah tentang bedhug istimewa tersebut. Pada hari itu, RAA Cokronagoro 1 menyampaikan maksudnya untuk membuat Bedhug Agung pada hadirin.   Setelah   berunding,   Raden   Tumenggung   Prawironagoro   (Wedono   Purwodadi) menyanggupi untuk membuat bedhug agung yang bahannya sudah ada di daerahnya, yaitu Tunggul/ Bongkot Kayu Jati Pendowo, yang batang dan cabang-cabangnya telah dipakai sebagai tiang-tiang Masjid Agung dan Pendhapa Agung Kabupaten Purworejo.

Rencana pembuatan bedhug istimewa tersebut telah terlaksana dengan baik dan benar- benar  mengagumkan,tiada  duanya  di  masa  itu.  Lebarnya  hampir  2  meter,panjangnya  2,9 meter. Benar-benar ukuran yang sangat besar dan istimewa. Dengan ukuran yang demikian besar,  timbul  lagi  persoalan  lain  yang  membutuhkan  perhatian  dan  pemikiran  yang cemerlang,  yakni  bagaimana  cara  membawa  bedhug  raksasa  tersebut  ke  Masjid  Agung Purworejo yang jaraknya cukup jauh.

Maka diadakanlah pertemuan lagi untuk membahas persoalan tersebut. Dalam pertemuan para pembesar kabupaten, Raden Tumenggung Prawironagoro mengusulkan nama Kyai Irsyad (yang tidak lain adalah menantunya sendiri) untuk menerima tugas memimpin pekerjaan besar tersebut. Semua sepakat, termasuk Sang Bupati.

Pada hari yang telah ditentukan, Kyai Irsyad memulai tugas besarnya itu dengan membagi jarak yang cukup jauh tersebut menjadi 20 pos pemberhentian. Di setiap pos pemberhentian disediakan berbagai macam makanan dan minuman, juga disediakan hiburan berupa tayuban dengan ledeknya. Namun, sebelum rencana itu dilaksanakan, ia terlebih dahulu akan mengadakan “pembersihan jalan” yang akan dilalui oleh iring-iringan pengangkut bedhug dari Pendowo ke Masjid Agung Purworejo. Dalam perjalanannya tersebut, ia menghadapi beraneka ragam hambatan, baik yang kasat mata maupun yang tidak. Dan atas izin Tuhan yang Maha Perkasa, segala hambatan dan rintangan dapat diatasi dengan baik.

Dengan selesainya “pembersihan jalan” oleh Kyai Irsyad, mulailah iring-iringan rombongan pengangkut bedhug berjalan setapak demi setapak dengan mengangkut bedhug istimewa tersebut dengan menarik dan mendorong perlahan kayu jati raksasa itu dengan menggunakan gelondongan-gelondongan batang kayu jati kecil secara bergantian hingga tiba di satu pos. Bermalam, beristirahat, dan menikmati hidangan serta hiburan yang telah disiapkan. Demikian hingga 21 hari perjalanan dan sampailah bedhug istimewa tersebut sampai  di  Purworejo.  Sesampainya  di  Purworejo,  rombongan  pengangkut  bedhug  telah disambut oleh RAA Cokronagoro 1 dan seluruh penduduk Purworejo saat itu. Dengan hikmat dan rasa haru, Bedhug Agung dibawa ke Masjid Agung untuk kemudian disempurnakan dengan pemasangan kulitnya yang berasal dari kulit banteng. Dengan perjuangan yang tak kenal lelah dan semangat gotong royong serta izin dari Tuhan yang Maha Kuasa, selesailahtugas mulia pembuatan Bedhug Agung yang istimewa tersebut sebagai penanda waktu shalat tiba.

 

Tinggalkan Balasan